Pernikahan Sebagai Sarana Ibadah

Kita perlu bersyukur kepada Allah Ta’ala yang telah menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan. Hal merupakan ketatapan Allah dan merupakan bagian dari sunnatullah bahkan bagi makhluk-mahkluk yang lain.

Seorang pria menikahi seorang wanita begitu juga sebaliknya, ini merupakan pondasi paling penting dalam pernikahan, bahwa pernikahan dibangun dengan dua jenis yang berbeda bukan dari dua jenis yang sama, karena dari dua yang berbeda itu Allah jadikan kesempurnaan di dalamnya, yaitu kesempurnaan dalam hal saling melengkapi kekurangan dan menggenapkan kelebihan yang ada.

Lalu kenapa Allah menyariatkan pernikahan? Perlu juga diketahui bahwa asal pernikahan dalam bahasa arab berarti juga dzomma atau ajma’a atau dakhon yang artinya berkumpul, bertemu, atau masuk. Kemudian secara syar’i, sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahwa pernikahan itu adalah terjadinya hubungan antara dua lawan jenis yang berbeda (yaitu pria dan wanita) untuk saling mengasihi satu diantaranya dan saling menikmati satu denan lainnya atas dasar syariat dengan ketentuan yang telah ditentukan dalam agama Islam.

Jadi hubungan lawan jenis itu betul-betul diperhatikan dalam Islam yang kemudian diperkuat lagi dengan syariat berupa syarat dan rukut serta hal-hal lain yang mendasari pernikahan. Ini membuktikan bahwa aturan dalam pernikahan beserta semua hal yang terlibat dalam proses pernikahan merupakan bagian yang sangat urgen. Ketatnya syariat-syariat dalam Islam termasuk pernikahan ini berupakan bukti kemuliaan manusia dibanding dengan yang lainnya seperti hewan, bahwa menusia diberikan akal dan hati sebagai sarana untuk menerima ketentuan syariat yang menjadikan hidup manusia lebih beradab.

Adapun dalil-dalil tentang pernikahan baik dalam al-Quran maupun hadits sangatlah banyak disinggung, baik itu dalil-dalil tentang hukum pernikahan, syarat, rukun, dan lainnya, bahkan hingga anjuran-anjuran bagaimana memilih pasangan yang baik.

Dalam potongan surah an-Nisa’ ayat 3 Allah menerangkan,

فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ

“Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi”. (QS. An-Nisa’: 3).

Dalam ayat tersebut terdapat lafadz فَانْكِحُوْا yang berarti nikahilah. Lafadz ini mengandung unsur perintah bahwa kita dianjurkan untuk menikahi wanita yang kita senangi atau wanita yang baik dalam standar ketentuan syariat, artinya faktor penentua baik buruknya wanita itu ada pada agamanya.

Adapun kasus-kasus membujang yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu merupakan fenomena yang sebetulnya sangat tidak dianjurkan dalam Islam.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Ada tiga orang datang ke rumah salah seorang isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mereka bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Maka ketika diberitahu (tentang ibadahnya) mereka merasa ibadah mererka sangat sedikit. Lalu mereka berkata, ‘Dimana kita dibanding Nabi shallallahu alaihi wa sallam, padahal dia telah diampuni dosanya yang telah lalu dan kemudian.’ Lalu yang lain berkata, ‘Saya akan selalu shalat di malam hari selamanya.’ Yang lain berkata, ‘Saya akan puasa sepanjang tahun tidak pernah berbuka.’ Yang lain berkata, ‘Saya akan tinggalkan isteri saya dan tidak menikah lagi selamanya.’ Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada mereka, lalu berkata, ‘Kaliankah yang berkata begini dan begini?! Ketahuilah, demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa di antara kalian, akan tetapi saya berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur serta menikahi wanita, siapa yang tidak suka sunnahku, maka dia bukan golonganku.” (Shahih Bukhari, no. 5063 dan Muslim, no. 1401).

Hadits diatas menerangkan bahwa ibadah yang paling baik adalah ibadah yang sesuai dengan ketentuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga hal apapun yang kita anggap sebagai bentuk ibadah yang baik selama itu tidak sesuai dengan tuntunan Nabi, maka ia tertolak. Begitu juga pernyataan seorang sahabat yang menegaskan dirinya ingin memutus pernikahan dan tidak menikah lagi setelahnya (menjomblo) juga merupakan bagian dari menyelisihi Rasulullah. Hal ini tidak berlaku pada kasus jomblo yang tidak atau belum manikah karena belum dipertemukan dengan jodohnya.

Pernikahan merupakan ladang bagi kita untuk terus menerus memanen ibadah. Karena dalam pernikahan justru kita ditunutut untuk saling membantu, saling menolong, saling menasehati, serta saling berlomba-lomba dalam kebaikan.

Jika alasan sahabat (sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas) meninggalkan pernikahan hanya karena ingin fokus beribadah kepada Allah, justru dengan pernikahanlah kualitas ibadah kita akan lebih meningkat, karena dengan menikah maka kita berarti hidup bersanding dengan seseorang yang bisa membantu kita untuk mengingatkan kita dalam ibadah serta memotivasi kita dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Beberapa masalah yang sering melanda dikalangan masyarakat adalah modal untuk menikah, karena kadangkala kita disibukkan dengan bagaimana memenuhi biaya resepsi, mahar, seserahan, dan lain sebagainya. Allah berfirman dalam surah An-Nur ayat 32,

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32).

Ayat ini berlaku untuk para orang tua/wali yang memiliki kewajiban untuk menikahkan. Maka apabila ada seseorang sudah layak untuk menikahkan, maka nikahkanlah. Layak disini berarti sudah memenuhi syarat dan rukunnya serta segala hal yang terkait dalam proses pernikahan. Adapaun prosesi lain yang kaitanya dengan adat dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan ketentuan syariat, maka itu menjadi hal yang tidak perlu untuk dipaksakan.

Adapun seorang pria haruslah memilih wanita yang baik, yaitu wanita yang memiliki rasa kasih dan sayang yang tinggi serta mudah dalam memiliki keturunan, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi,

عن مَعْقِل بن يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ “إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟”، قَالَ: “لاَ”. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: “تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

Dari Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu berkata, “Datang seorang pria kepada Nabi ﷺ dan berkata, “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan memiliki martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi ﷺ menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Nabi ﷺ kedua kalinya dan Nabi ﷺ tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi ﷺ yang ketiga kalinya maka Nabi ﷺ berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain” (HR. Abu Dawud 2/220 no 2050 dan ini adalah lafalnya, Ibnu Hibban 9/363,364, An-Nasaai 6/65, berkata Syaikh Al-Albani , “Hasan Shahih”).

Maka wanita yang baik berdasarkan hadits tersebut diatas adalah wanita yang memiliki kasih sayang yang tinggi, rasa kasih sayang inilah yang kemudian menjadi bekal seorang wanita itu memiliki kesabaran dalam mengurus suami dan anak-anaknya serta ketulusan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Rasa kasih sayang yang tinggi juga sebagai pemicu tingginya rasa kepedulian, sehingga wanita yang memiliki rasa kasih sayang yang tinggi ia akan sangat peduli dengan kondisi-kondisi disekitarnya, terlebih kondisi yang sudah menjadi tanggungannya yaitu rumah tangga, suami, dan anak-anaknya. Banyaknya keturunan juga merupakan faktor yang sangat disorot dalam hadits tersebut, karena dengan banyaknya keturunan, maka berarti kita telah berusaha untuk memperbanyak umat Nabi Mhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga sebagai seorang wanita yang memiliki kemauan untuk memiliki banyak keturunan (sesuai kemampuannya) itu juga merupakan suatu kebaikan.

Beberapa hal yang menjadikan seseorang layak atau siap untuk menikah adalah,

Pertama, kuat mental. Kuatnya mental dapat ditandai dengan kuatnya ketabahan hati ketika mendapatkan berbagai persoalan dalam kehidupan. Seseorang yang mudah sakit hati oleh hal-hal yang tidak terlalu penting menunjukkan mental seseorang belum layak, dan belum siap karena itu dinilai masih lemah. Hal lain juga ditandai dengan keberanian yang tinggi dalam menghadapi problematika yang ada, hal ini yang kemudian memicu rasa tanggung jawab atas perbuatannya yang dilakukan oleh seseorang.

Kedua, Ilmu. Faktor penting kedua bagi seseorang yang layak atau siap untuk menikah adalah ilmu, ilmu yang dimaksud adalah Ilmu agama yang memberikan pemahaman kepada seseorang mengenai akidah, ibadah, serta akhlak agar orientasi pernikahan itu selalu tertuju kepada pengabdian kepada Allah Ta’ala. Kemudian juga Ilmu berkehidupan, ilmu-ilmu seperti ini di dapatkan secara empiris, yaitu bagaimana seseorang menjumpai masalah dalam hidupnya kemudian berusaha menemukan solusi dari masalahnya itu. Ilmu-ilmu tersebut penting untuk didapatkan mengingat kehidupan setelah pernikahan merupakan kehidupan baru yang pastinya akan muncul berbagai macam problematika yang baru juga.

Pernikahan yang disyariatkan tentu memiliki hikmah, beberapa diantaranya ialah,

Pertama, menjaga kehormatan kita, karena Allah ciptakan kita sebagai manusia yang memiliki hawa nafsu, dan salah satu hawa nafsu yang ada dalam diri kita adalah kecenderungan terhadap lawan jenis. Menikah menjadi solusi terbaik untuk menjaga kehormatan itu, agar kita dijauhkan dari perzinaan dan segala hal yang mendekatkan kita terkadap perbuatan zina.

Kedua, memiliki keturunan, dengan adanya keturunan maka kita berarti memiliki generasi penerus yang siap kita didik dan kita bina untuk meneruskan garis dakwah dan perjuangan untuk agama dan bangsa.

Artikel yang Direkomendasikan

Hubungi Admin
1
Hubungi Admin
Admin Fastabiqul Khoirot
Untuk Informasi Seputar Mahad Fastabiqul Khoirot, Silahkan Hubungi Admin!